Kamis, 19 Juli 2012

Ramadhan, Mengapa Kau Menemuiku Lagi?



Pernahkah kita bertanya seperti ini? Hmm, mungkin tidak. Karena memang bulan ini sudah dinanti-nantikan oleh banyak orang dengan banyak alasannya masing-masing. Ramadhan terlalu istimewa untuk dianggap biasa-biasa saja. Dan tanpa perlu menganggapnya biasa, toh memang di bulan ini tidak biasa.

Mulai dari sms ucapan selamat dan permohonan maaf yang memenuhi inbox HP, parade tayangan televisi yang menyaru wajah islami, kegaduhan setiap kali penentuan awal ramadhan, aneka hidangan yang dijajakan sampai memenuhi pinggir jalanan, baju baru, sejadah baru, mukena baru, ataupun segala hiruk pikuk menjelang akhir ramadhan. Juga dalam praktik ibadah kita. Sahur, tarawih, puasa sebulan penuh, tadarusan, i'tikaf dan hujan motivasi untuk menjadikan ramadhan ini lebih dari bulan-bulan biasa. Sesuatu yang mungkin tidak ada (dan tidak sanggup kita laksanakan) di bulan-bulan lainnya. Dan memang ramadhan tidak seperti bulan biasanya. Ia bukan bulan biasa.

Jadi wajar jika semua orang menantikannya. Menunggu kehadirannya.

Tapi mungkin juga, mungkin juga ada orang-orang yang tidak merasa cukup repot untuk bergembira menyambut kedatangan ramadhan. Mungkin ramadhan hanya sebuah rutinitas. Bahkan, bisa jadi sebuah beban. SALAHKAH? Hm... entahlah. Silahkan saja jika anda ingin memvonis begitu. Karena jika aku tinggal di Alaska yang waktu malam dimusim panasnya hanya sekitar 2 jam, mungkin saja iman ku tidak cukup tebal untuk tidak menganggap ramadhan sebagai sebuah beban. Syukurlah, Allah tahu seberapa tebal imanku, dan Dia membuat aku lahir di negeri ini, Indonesia.

Ramadhan, mengapa kau menemuiku lagi?

Pertanyaan itulah yang ada di kepala ku malam ini. Jarak kita sudah sedemikian dekat. Aromamu telah sampai kemari. Tapi masih saja tidak bisa ku mengerti mengapa kau datang menemuiku kembali. Aku tidak menganggapmu sebagai beban. Aku juga tidak ingin menganggapmu sebuah rutinitas tahunan. Dan aku juga tidak ingin menganggapmu sekedar aksesoris artifisial yang telah menyibukkan banyak orang. Selamat datang Ramadhan, dan mengapa kau menemuiku lagi?

Aku mengenang pristiwa yang lalu. Slide ramadhan terakhirku kumainkan ulang di proyektor otakku. Hm... adakah yang bersisa dari ramadhanku setahun yang lalu. Ah, kata-kata "Kembali Fitrah" itu sungguh tak punya makna di dunia nyata. Karena sebelas bulan yang berlalu, ramadhan seperti telah aku lupakan dari ingatan. Bahkan ibadah-ibadah sederhana yang tidak sempurna di 30 hari itu, tak juga bersisa dalam hari-hari lainnya. Malah tabungan dosa terus saja terakumulasi dalam tumpukan yang semakin tinggi. Mengotori kembali kebersihan hati selepas ramadhan yang sebenarnya juga belum tentu benar-benar sudah tercuci bersih. Ramadhan itu tak terefleksi dalam hari-hari. Dan segalanya di ramadhan kemarin itu tak juga mampu mengubah bulir-bulir dosa menjadi langkah-langkah takwa.

Aku hanya ingin bertanya, mengapa kau menemuiku lagi Ramadhan? Mengapa kau mengizinkan aku menemui mu kembali? Mengapa kau masih sudi datang padaku, dengan segala kebodohanku setahun ini. Rasa-rasanya aku tidak cukup pantas menerima kehadiranmu. Rasa-rasanya, pamanku yang sangat ringan tangan bersedekah, yang  meninggal dua minggu yang lalu, jauh lebih pantas bertemu denganmu. Atau bahkan Ayahku yang meninggal dua tahun lalu, yang selalu bersemangat sholat berjamaah di masjid, berkali-kali jauh lebih pantas menemuimu ketimbang aku yang penuh kemunafikan dan kemaksiatan.

Tapi kau menemuiku. Kau mendatangiku. Membiarkan aku kembali menikmati tsunami rahmat dan bentangan ampunan di siang dan malam-malammu. Memperbolehkan aku mencicipi lezatnya beribadah bersamamu. Mengizinkan aku merasakan limpahan ampunan, yang mungkin kembali akan aku kotori dengan kemaksiatan di kemudian hari. Terima Kasih. Terima Kasih kau masih mau hadir meski aku sebenarnya tak pantas mendapatkan semua itu. Mengutip seperti yang Fahd Djibran katakan "Terima kasih telah selalu datang dan pergi dengan senang hati, tanpa mempedulikan kemunafikan, kemaksiatan, dan kebebalan kami."

Ramadhan, aku ingin mengenalmu lebih dalam. Agar kau tidak sekedar kumaknai sebagai penambahan jumlah rakaat ruku dan sujud. Agar kau tidak sekedar mengosongkan perut di siang hari dan membenamkan kepala di alas sujud setiap malam hari. Agar kau tidak hanya tentang berlomba-lomba membaca baris-baris firman sebanyak-banyaknya. Tapi agar semua ini benar-benar akan membawa aku menjadi semakin dekat dengan DIA. Agar kau bisa mengantarkan aku pada cinta yang sebenar-benarnya kepada-Nya.

Tahun ini, aku mungkin tidak akan mengirim sms "Selamat Ramadhan" kepada siapapun. Aku hanya ingin menyambut kehadiranmu: Selamat datang Ramadhan, dan mengapa kau mau menemuiku lagi? (Dan tulisan ini mungkin juga bagian kemunafikanku yang lainnya)